2

candi gambar wetan….

Perjalanan kali ini membawa saya dan patner blusukan saya yang setia menyinggahi candi gambar wetan…

 

Langit masih biru saat kami meninggalkan salah satu sekolah Selapan,

berembug sebentar setelah itu kami memutuskan untuk lurus ke utara… ke candi gambar wetan, setelah hampir sekian lama agenda blusukan terbatalkan dengan sengaja maupun tidak sengaja dengan berbagai agenda permakluman lainnya.

 

Papan nama candi Gambar Wetan sudah bisa dilihat sejak memasuki gerbang candi Penataran. dari pertigaan pintu masuk candi Penataran belok ke utara… luruss hingga pertigaan ke arah perkebunan cndi sewu.. ambil jalan ke arah desa gambar, dan bersiaplah off road bersaing dengan berbagai truk penambang pasir.

 

Ya, candi gambar wetan memang tak jauh dan tak bisa dilepaskan keberadaanya dengan penambang pasir. jalan menuju candi jauh dari kesan mulus… masih berupa tanah dan pasir membuat beberapa kali roda motor kali “agak” selip. kesan heroik semakin bertambah ketika melintasi dam bladak yang membelah aliran sungai lahar gunung kelud.

 

lepas dari dam bladak, perkebunan gambar pun tampak di depan mata. bukan lagi hamparan kopi yang terlihat namun lebih ke jejeran pohon sengon. masih jalan pasir tentunya… dan jalanan berpasir dengan kiri-kanan sengon berjajar di pinggir jalan menemani kami hampir separuh perjalanan. rutenya sebetulnya gampang karena hanya melewati satu jalan dan candi gambar terletak nun di ujung jalan, dibawah bukit yang rindang dan dikelilingi oleh perkebunan mawar, hasil kreasi pak penjaga situsnya.

***

 

sejuk, adem dan mak nyes yang saya rasakan…

seperti tempat pulang setelah perjalanan yang jauh…

memasuki kawasan candi kami disambut oleh hamparan kebun mawar dan dwarapala yang penuh dengan lumut kerak… miris dan manis…

 

susunan anak tangga menjulang.. kami tak sempat menghitungnya karena terpesona dengan pemandangan yang terhampar.

bersih… rapi.. dan terawat..

batu bersusun, disela kembang-kembang beraneka warna

 

ada dua kompleks candi kami temui, dua-duanya sama-sama tidak lengkap, satu kompleks yang hanya terdiri dari susunan bata berjajar dengan sebuah arca tanpa kepala

 

candi yang menurut saya merupakan candi inti terletak agak ke belakang, kaki candi masih terlihat jelas, namun sudah taka berbekas atapnya.. (hmm… apakah gambar wetan termasuk salah satu candi dengan atap kayu seperti beberapa candi yang saya temui sebelumnya?ntahlah… )

 

beberapa rellief “wayang” khas jawatimuran saya dapati, namun mereka tak mengisi satu panil yang utuh… beberapa batu pun terletak salah pasang… seperti sebuah puzzle raksasa yang tak terselesaikan

 

hmm.. gambar wetan belum banyak berubah

–henny–

1

arca warak yang semarak

kali ini saya ber-blusukan ria sendirian… bukan bermaksud heroik, namun memang menguji keberanian tahap awal tentunya… dengan fikiran, tokh tak selamanya saya menunggu hanya supaya terkesan kompak kan???

 

papan nama arca warak sebetulnya seringkali saya lintasi dalam perjalanan gandusari-panataran…

beberapa kali terlewat, dan beberapa kali menggelitik keingininan untuk berbelok.. namun entah kenapa kali ini malah saya memutuskan memuaskan rasa penasaran saya bukan dari jalur yang biasa saya tempuh…

 

tetap berawal dari Pacuh, ke selatan dan sampailah saya di pintu masuk komplek panataran… menngambil jalan lurus ketimur setelah pasar panataran, menyusuri jalanan desa modangan. sesampai di balai desa, saya ke utara…. jauhhhhhhhhhhh sekali… hingga sampai ke batas perkebunan karang anyar… celingak-celinguk karena merasa asing, dan benarlah… kiranya saya telah terlewat terlalu jauh…

 

kompleks arcca warak tak jauh rupanya dariĀ  utara balai desa itu,… masuk ke timur setelah angkringan sederhana… ketengah rimbun perkampungan penduduk… dan voila! disamping sumber mata air dan pekuburan sesepuh desa…

 

sedikit horror dan singup… bulu kuduk saya meremang sesekali….celingak-celinguk saya mencari teman *inilah susahnya jalan sendirian* siang yang terik terasa sangat diammmm…bolak-balik saya dengan si vegalo… memutuskan turun atau tidak…. berhenti atau tidak… masuk atau tidak… yakin atau tidak…. hmmmm…. semakin meremang kuduk saya…

 

****

tak disangka, datanglah dua dik alias… dengan berbekal kertas gambar datang menghampiri… ah ahai… teman kecil rupanya, segera saya turun dan menyapa… mengajaknya menemani saya berkeliling komplek arca yang…*dengan janji memotretnya setelah menemani :)*

 

terserak….

batu besar…

diamm….

tak berstruktur…

masih dipakai untuk ritual….

 

banyak yang terlintas… sempat saya berfikir… batu arca yang “giant” itu berasal dari masa klasik yang lebih muda..

arca sederhana..

tanpa hiasan… dengan tinggi lebih dari batas kepala saya…

 

kemuncak (?)

ada candikah? untuk batu raksasa yang sebesar itu tak mungkin berada candi yang hanya seluas ini… beberaapa potong batu masih menghujam ke tanah.. hanya separuh yang terlihat… dan itupun sudah setinggi betis saya…hmm, jangan-jangan di bawah sana… masih ada candi yang belum digali… ah, hai… coba disingkap lebih lanjut… pasti menyenangkan (tentunya memerlukan dana yang besar kan???)

 

relief….

khas jawatimuran dengan ukiran pipih dan simetris… hmm, relief apakah???? tak tampak jelas karean dia hanya sendiri, hanya satu fragmen berdiri sendiri tanpa teman, tanpa bidang …. dua figur.. mungkin nukilan potret masyarakat sekirtar sana waktu dulu…

*penasaran, dimakaha relief yang lainnya? apakah sudah di”rawat” atau benar di rawat??*

 

badak…

sempat terlewat dari pengamatan saya…terletak di pojok timur komplek… badak batu… menggugah langkah saya mendekatinya, dan ketika saya amati lebih jauh… aha hay… cerat… dengan ujung seperti ujung yoni….

tempat air mengalir… untuk upacara kah? kenapa bentuknya badak? kenapa bukan yoni? aliran keagamaan jenis barukah?? argh.. sejuta penasaran…

 

warak???

mengingatkan saya tentang sepotong nama yang ppernah tercantum dalam silsilah prasasti keluaran balitung… rakai warak dyah manara…

warak di nama itu jelas merujuk nama tempat…

tapi, warak yang di sini ??

hingga datanglah sebuah pesan singkat dari seorang teman : kalumwarak = kelurak = warak = rhinnoceros = badak

 

-henny-

*mulai benar merasa bahwa NYANDI itu NYANDU*

0

jalan jalan ke situs Tapan

Tubuh kami tak berbayang saat sampai di areal pesawahan di mana situs Tapan berada, tengah hari.
Sungguh waktu yang tak tepat untuk “blusukan”, apalagi kostum kami benar-benar mengundang decak heran petani yang sebagian besar tengah membajak tanah menyiapkan untuk musim tanam berikutnya.

Berbekal info lisan dari penjaga candi Sawentar, kami melanjutkan perjalanan ekspedisi hingga ke daerah Talun (Blitar Timur). dua kali bertanya dan sampailah kami di areal persawahan yang sangat luas. tanpa ada tanda-tanda adanya situs BCB (biasanya di Jawa Timur, BCB identik dengan kawat ijo berduri…)

sempat mengalami sedikit adegan dramatis ketika motor saya kebablasan dan terpaksa harus didorong dan di tarik naik ke areal yang aman… *serasa ada adegan fear factor dengan dikiri pematang sawah ada sungai kecil , dan di kanan pematang ada jurang yang lumayan dalam mengarah ke sungai Jari. salah satu sungai utama bagi penduduk desa Bendosewu.

menyusuri pematang sawah dan kolam, sampailah kami di rerimbunan kebun kopi. dan terbentanglah disana situs Tapan (berasal dari kata per-tapa-an = artinya tempat orang biasa memuja)
Sebetulnya berita tentang penemuan situs ini sudah masuk ke BP3 Trowulan sejak tahun 1995, namun pada awal 2010 ditindak llanjuti karena gencarnya laporan yang masuk ke Dinas tentang adanya penggalian liar yang dilakukan oleh oknum.

Menurut Danang Wahyu Utomo (arkeolog, BP3 Trowulan ) yang dilansir oleh beberapa media. Situs Tapan ini diiperkirakan sebagai tinggalan Majapahit, belum diketahui secara pasti kapan tepatnya candi ini dibagun karena belum ada penanggalan yang mengidikasikan hal tersebut. yang jelas situs ini merupakan Situs Hindu yang bercorak Siwais, hal ini dikuatkan dengan ditemukannya Yoni beserta dua buah nandi yang letaknya tidak jauh dari kompleks percandian.

situs Tapan memiliki struktur bangunan dari tumpukan batu bata merah dan beberapa arca terbuat dari batu andesit. Seperti umumnya candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun, Danang penasaran, karena pintu masuk situs di Bakulan ini menghadap ke timur. Sedangkan umumnya candi peninggalan Kerajaan Majapahit menghadap ke barat. “Situs Tapan ini juga terdapat beberapa arca berbentuk binatang (fable) dan arca Yoni sebagai perwujudan dewi kesuburan,” ujar Danang yang sudah sepuluh hari melakukan restorasi di situs Tapan. Danang dibantu sepuluh petugas dari BP3 Trowulan bekerja untuk mengumpulkan sejumlah arca yang sudah berserakan. “Berat arca ada yang mencapai ratusan kilogram,” ujarnya.

Kabid, warga yang ditugasi membersihkan dan menjaga situs menjelaskan bahwa Situs Tapan ini juga pernah di jarah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. “dulu, ada yang langsung nggali terus dikepras mbak”, kata beliau sembari menunjukkan dindin sebelah selatan yang digali secara sembarangan. ” Tapi,setelah ada orang dari Mojokerto (BP3), terus pada gak ada lagi.”

*****
temuan-temuan baru sepertinya akan sering bermunculan…
diperlukan kesadaran dan usaha keras untuk membuat hasil karya nenek moyang kita itu supaya tak lekang oleh jaman..
salam budaya!
salam lestari
(ditulis berdasarkan pengalaman, wawancara dg pak Kabid, dan berbagai sumber media)
-HP-

di tengah sawah, berpagar bambu…